NegeriAtas Angin. by Redaksi October 10, 2018 0 Comments. Ketika seorang perempuan menulis, banyak ranting liku hidupnya dipilin. Dalam kumcer Wina, kita banyak menemukan kejujuran, juga realitas perempuan yang menggosok pikiran dan impiannya. Cerpen yang hidup dan menggeliat. Wina Bojonegoro Takut Tergoda Cerita Lain;
NegeriAtas Angin, Api Abadi lalu Kedung Peti "Koq seperti berada dalam setting komik silat Ko Ping Ho ya", seloroh kak Tracy begitu mendengar lokasi yang akan kami sambangi di Bojonegoro. Kami setuju mengiyakan sambil terbahak. "Untung Negara Api belum menyerang", batin saya meningkahi seloroh lucu kak Tracy.
Objekwisata Negeri Atas Angin terletak di ketinggian bukit menjulang, diapit jurang-jurang terjal, di tengah kawasan hutan jati. di SMP Negeri 3 Bojonegoro. Kegiatan ini dihadiri oleh Kepala Sekolah, WAKA/KAUR/PJ, dan guru masing-masing mata pelajaran yang mengampu kelas 7. Klaster Selatan terdiri dari, SMPN 3 Bojonegoro, SMPN 1 Dander
Setelahditutup sejak tahun 2020, objek wisata Negeri Atas Angin, Bojonegoro -Jawa Timur, akhirnya dibuka kembali untuk umum. Dalam pantauan pengunjung wisata negeri atas angin yang sudah di buka ini bisa mencapai 50-200 pengunjung. "Udah lama juga nggak main ke tempat wisata, kangen. Akhirnya bisa liburan.
Untukmenikmati keindahan Wisata Negeri Atas Angin hanya diperlukan waktu kurang lebih 1 jam dari kota Bojonegoro dengan jarak tempuh sekitar 50 km. Harga tiket masuknya sangat terjangkau yaitu Rp 3.000,- pada hari Senin-Jumat, Rp 5.000,- pada hari Sabtu, dan Rp 6.000,- pada hari Minggu/libur.
NegeriAtas Angin adalah salah satu dari sekian banyak destinasi wisata yang ada di Kab. Bojonegoro Jawa Timur. Letaknya berada di Kecamatan Sekar, sebelah s
Merekayang memadu kasih sambil menikmati pemandangan alam di Bukit Cinta Negeri atas Angin. Mereka yang memadu kasih sambil menikmati pemandangan alam di Bukit Cinta Negeri atas Angin. Wednesday , 3 August 2022. Gerbong Mutasi di Pemkab Bojonegoro Bergerak Lagi, 43 Pejabat Dimutasi; August 3, 2022 Read One Piece Chapter 1056, Manga RAW
NiatPernikahan Estetik Bak Negeri Di Atas Awan, Resepsi Pasangan Ini Malah Mirip Fogging Nyamuk (Instagram @memekamvret) Beda dari Bocah Lain, Potret Anak Tasya Kamila Hobi Koleksi Kipas Angin. USSY SULISTIAWATY. Potret Artis Pakai Baju SMA Hadiri Ulang Tahun Ussy Sulistiawaty yang Ke-41.
NegeriAtas Angin Bojonegoro. Lama nggak nulis di blog sampai lupa email blog yang satunya :') jadi, kali ini serasa ngeblog perdana di blog yang satu ini. Wes.. gapapa lah yang penting nulis - publikasikan - baca. Jadi aku pengen nulis pengalaman trip kecil-kecil'an bareng kesayangan ke Nageri Atas Angin di Daerah Sekar Bojonegoro
Tigaobjek akhirnya saya pilih di antara beberapa ikon wisata Bojonegoro, yaitu Negeri Atas Angin, Kayangan Api, dan Air Terjun Kedung Peti. Menurut saya, tiga objek inilah yang paling menarik untuk dikunjungi. Harapan saya, waktu sehari cukup untuk menjangkau semuanya. Harapan lainnya, mereka tak kecewa begitu melihatnya dengan mata kepala sendiri.
eNBSu3. Tak pernah terbayang akan travelling bersama member Travel Bloggers Indonesia TBI. Sejak bergabung dengan komunitas kece ini Juni 2015, saya tak pernah bisa hadir dalam kegiatan TBI lantaran beberapa kesibukan. Kabar gembira datang dari Koko Hartadi Putro, rekan seangkatan yang diterima sebagai member TBI. Traveller yang kerap dipanggil Koko atau Sinyo ini mengajak saya, Kak Leonard Anthony, Kak Tracy Chong, dan Kak Imama Lavi Insani untuk mendatangi undangan Dewarna Hotel sekaligus meng-explore alam Bojonegoro. Tentu saja ini kesempatan langka. Saya tak perlu ke mana-mana karena merekalah yang berkunjung ke Bojonegoro, kota kecil tempat saya tinggal. Saya merasa wajib mengosongkan jadwal agar hari itu bisa leluasa menyambut mereka. Karena kebetulan jadi tuan rumah, saya diminta menyusun itinerary. Jujur saja, saya sempat kurang percaya diri memamerkan potensi alam Bojonegoro. Bayangkan, mereka kan para traveller yang sudah menjelajahi nusantara, bahkan negeri tetangga. Tiga objek akhirnya saya pilih di antara beberapa ikon wisata Bojonegoro, yaitu Negeri Atas Angin, Kayangan Api, dan Air Terjun Kedung Peti. Menurut saya, tiga objek inilah yang paling menarik untuk dikunjungi. Harapan saya, waktu sehari cukup untuk menjangkau semuanya. Harapan lainnya, mereka tak kecewa begitu melihatnya dengan mata kepala sendiri. Untunglah, mereka meyakinkan saya, pengalaman menginjakkan kaki di sebuah kota yang baru dikunjungi selalu menarik bagi mereka. Minggu, 12 Februari, pukul Mobil Dewarna telah siap di depan hotel. Mas Ambon, sang driver, meyakinkan kami bahwa dia tahu persis jalur menuju tiga destinasi kami. Namun, rute menuju objek pertama, Negeri Atas Angin, pilihan Mas Ambon berbeda dengan jalur yang saya tahu. Umumnya jalur yang dipilih pengunjung dari Kota Bojonegoro adalah Dander-Bubulan-Sekar. Namun, dengan pertimbangan efisiensi dan kondisi jalan, dia membawa kami melewati Kalitidu-Ngasem-Sekar. Estimasi Mas Ambon, kami membutuhkan waktu tempuh 1,5-2 jam untuk sampai di Negeri Atas Angin. Doa yang kami panjatkan saat itu adalah semoga perjalanan lancar dan langit cerah bersahabat. Sebenarnya, meski sudah lama mendengar pesona Negeri Atas Angin, saya sendiri belum pernah ke sana. Sering ada rencana, tapi selalu batal. Jadi, perjalanan ini pun menjadi pengalaman pertama untuk saya. Ikon pariwisata Bojonegoro Jalan yang kami lalui tak selalu mulus. Di beberapa titik, jalan aspal berlubang. Namun, secara umum, saya bisa mengatakan jalan tersebut masih layak dilewati. Sedikit demi sedikit saya mulai bangga ketika mobil melewati jalan berbukit di kawasan Ngasem menuju Sekar. Tanjakan membawa mobil ke dataran tinggi. Tampaklah hamparan hutan jati dengan latar belakang perbukitan nan hijau. Sawah di sepanjang perjalanan pun menarik layaknya terasering di Bali. Estimasi Mas Ambon rupanya jitu. Tak sampai dua jam, mobil kami telah memasuki lahan parkir Negeri Atas Angin. Wah, sudah banyak motor dan mobil terparkir di sana. Kami pun bergegas turun dan berfoto di depan tulisan besar Negeri Atas Angin Bojonegoro. Alhamdulillah, cuaca sangat cerah. Sinar matahari membuat kami lega. Namun, kami tak mau terlalu lama membuang waktu. Dengan tiket masuk seharga Rp 5 ribu, kami sepakat masuk ke area wisata yang berlokasi di Desa Deling, Kecamatan Sekar, ini. Ada beberapa gazebo di tanjakan menuju Bukit Cinta Di tanjakan pertama, kami disambut sekelompok ayam kalkun. Namun, saya lebih tergoda untuk memotret panorama di sekeliling bukit. Tanpa sadar, langit berubah mendung dan rintik gerimis pun turun. Ya Tuhan, betapa tak bisa diprediksi lagi cuaca saat ini. Tanpa dikomando, kami pun mempercepat langkah. Ko Har dan Kak Imama malah sudah jauh di depan saya. Saya yang saat itu tak membawa tas merasa perlu mencari alat pelindung gadget dan kamera. Untunglah, ada bapak penjual makanan ringan yang memperbolehkan beberapa lembar kantong plastiknya saya beli. Langkah kaki setengah berlari ketika kami sampai di tanjakan menuju puncak Bukit Cinta. Untunglah di atas bukit ini terdapat beberapa tempat duduk dengan atap ijuk. Kami pun duduk dan berteduh di sana lantaran gerimis telah berubah menjadi hujan. Hujan saat travelling menjadi topik pembicaraan waktu itu. Ko Har membuka obrolan dengan menceritakan pengalamannya terkena hujan badai di Maratua. Bahkan dia juga pernah tercebur ke laut di Pontianak. Kak Leo pun merasakan hujan saat mendaki Gunung Ijen Banyuwangi. “Intinya, hujan selama travelling itu dibikin enjoy aja ya,” ujar Kak Tracy. Tiba-tiba, seorang kakek yang kebetulan berdiri di dekat kami menyapa ramah. Kami pun berbincang tentang asal-usul Negeri Atas Angin. Sungguh beruntung kami bisa mendapatkan informasi dari si kakek yang sayang sekali saya lupa bertanya namanya itu. Menurut beliau, bukit ini dinamai Bukit Cinta karena menjadi saksi bisu kisah asmara sepasang kekasih, Raden Atas Aji dan Dewi Sekarsih, pada masa Kerajaan Mataram. Nama Raden Atas Aji diabadikan menjadi nama Negeri Atas Angin, sedangkan nama Dewi Sekarsih diabadikan menjadi nama Desa Sekar. Sang kakek menambahkan, Raden Atas Aji kala itu adalah pria sakti yang telah lama bertapa di bukit ini. Dia menyelamatkan Dewi Sekarsih yang tersesat di hutan. Sekitar 500 meter dari Bukit Cinta, terdapat Gua Watu Telo tempat dua sejoli ini berlindung. Dia menawarkan diri siap mengantar jika kami ingin melihat gua itu. Namun, kami lebih dulu ingin menikmati panorama dari puncak Bukit Cinta. Sekitar 10 menit kemudian, hujan reda. Kami pun pamit kepada sang kakek untuk melihat-lihat sisi lain Bukit Cinta. Kami tertarik berfoto di sebongkah batu tepat di ujung tebing. Deretan pegunungan di Kecamatan Gondang dan Sekar tampak di kejauhan. Tampak pula Gunung Kembar yang menyerupai pintu gerbang, namanya Gunung Lawang dan Gunung Kendil. Lembah dan hutan terlihat sejauh mata memandang. Angin sepoi menerpa saat saya berdiri di puncak bukit berketinggian 650 di atas permukaan laut ini. Kami pun bergantian mengabadikan diri di ujung bukit ini. “Foto di situ udah berasa kaya jadi superhero,” ujar Kak Tracy disambut gelak tawa yang lain. “Langitnya memang ga cerah ya, tapi tetep suka lihat pemandangan ini, benar-benar di luar ekspektasi,” Kak Imama takjub. View Gunung Kembar Tak terasa sudah lebih dari 15 menit kami bergantian berpose. Tumpukan batu yang ditata unik seperti menara kecil pun tak lepas dari jepretan kamera kami. “Sudah, sudah. Sudah cukup kita foto di sini. Lihat tuh, banyak yang antre pengen foto juga di sini,” ujar Kak Leo ketika rombongan pengunjung lain berdatangan. “Bener juga ya. Kita sering nunggu orang menyingkir dari objek yang menarik. Masak giliran kita yang di situ malah kita yang lupa waktu,” timpal saya. “Siap! Ayo kita ke gua kata si kakek tadi,” ajak Ko Har. Kami mengangguk setuju. Semua mengaku kagum akan keindahan Negeri Atas Angin Kata si kakek yang kami yakini si juru kunci itu, kami cukup berjalan kaki 500 meter masuk ke ladang jagung. Sayang, sang kakek tak tampak lagi karena dia lebih dulu mengantar satu rombongan keluarga menuju gua. Kami berjalan mengandalkan petunjuk seorang ibu penjual minuman, ikuti saja jalan setapak yang membelah di ladang. Namun, rasanya sudah lebih dari 500 meter kami berjalan, belum ada tanda-tanda keberadaan gua. “Beginilah bedanya 500 meter versi penduduk desa dengan kita yang tinggal di kota. Kayanya ini sudah 1 kilometer deh,” seloroh Ko Har. Baru sekitar dua tahun ini resmi menjadi objek wisata. Kami pun tertawa. Padahal, gerimis mulai turun dan membasahi baju kami. Ingat tadi beli tas plastik, saya pun membungkus kamera dan handphone. Tak lupa saya bagikan plastik untuk yang lain. Seperti yang dikhawatirkan, ternyata hujan semakin deras. Kami sepakat berhenti di bawah dua pohon. Kami berbagi tempat. Ko Har, Ko Leo, dan Kak Imama di pohon sisi kanan, sedangkan saya dan Kak Tracy di pohon sisi kiri. Sebenarnya, pohon ini tidak benar-benar melindungi kami dari air hujan. Badan kami tetap basah kuyup. Namun, yang ada di pikiran kami adalah menyelamatkan kamera dan handphone di balik kaos kami masing-masing. Sambil mendekap gadget, kami setengah menunduk agar barang-barang berharga itu aman dan terlindung. Beberapa menit kami sempat terdiam. Namun, tak lama kemudian kami larut dalam obrolan dan cerita seru. Tak ada keluhan. Tak ada wajah masam. Ketika hujan reda, kami kompak memilih kembali. Bukan putus asa. Kami hanya tak ingin hujan deras turun lagi dan memakan waktu lebih banyak. Kami ingat masih harus mendatangi Kayangan Api dan Air Terjun Kedung Peti. Tetapi, dalam hati, saya bertekad kembali lagi di lain hari. Gua Watu Telo sepertinya menarik untuk didatangi. Saat kami berjalan kembali, beberapa meter di belakang kami juga ada dua pengunjung lain yang batal melihat gua lantaran terguyur hujan. Tumpukan batu yang unik Nah, jalan setapak yang kami lalui ini ternyata punya “penghuni”. Mau tahu apa? Cacing tanah raksasa! Setelah turun hujan, mereka tampak berpesta. Hampir di setap jengkal, terlihat cacing tanah berukuran sangat besar panjangnya sekitar 20 cm di permukaan jalan. Ini mungkin bukan hal yang menyeramkan bagi orang pada umumnya. Namun, lain cerita untuk Kak Imama yang phobia melihat cacing. Dia yang terlanjur melepas sepatu sering melompat heboh sambil berteriak jijik setiap melewati cacing. “Makin takut, makin jeli lihat ada cacing,” keluh Kak Imama. “Cacing ga gigit kok, Kak,” hibur saya supaya dia tenang. “Tetap aja geli lihatnya,” sanggahnya. Objek penuh pesona nan kaya legenda Kami pun tertawa melihat Kak Imama sibuk loncat mengindari cacing, padahal jalan setapak ini becek dan berlumpur. Untungnya, di sekitar tempat parkir, terdapat kamar mandi untuk kami membersihkan tangan dan kaki. Deretan warung pun menjadi tempat yang pas untuk mengisi perut siang itu. Pengalaman seru ini benar-benar berkesan untuk saya. Saya pun makin yakin, kesan itu bukan hanya soal tempat, tetapi juga bersama siapa kita menghabiskan waktu di sana. *
Negeri Atas Angin menjadi salah satu tempat wisata yang wajib untuk didatangi saat mengunjungi Bojonegoro, Jawa Timur. Tempat dengan pemandangan alamnya yang sangat menakjubkan. Hamparan perbukitan yang hijau menghias indah di lanskapnya yang sungguh indah nan ciamik, tempat tersebut kerap kali dijadikan sebagai tempat foto pre-wedding. Apalagi saat matahari terbit, kamu bakal sukses dibuatnya jadi referensi perjalananmu saat mengeksplorasi Bojonegoro, berikut informasi wisata Negeri Atas Angin yang bisa kamu ketahui. Simpan, siapa tahu berguna di masa Sekilas tentang Negeri Atas Angin Bojonegoro Negeri Atas Angin, Bojonegoro Menjadi salah tempat yang paling menakjubkan di Bojonegoro, Negeri Atas Angin memiliki kisah cerita indah dan romantis. Tepatnya berada di Bukit Cinta yang ada di kawasan Bukit Cinta menjadi tempat pertemuan dari Dewi Sekar Sari dan Raden Atas Aji. Mereka adalah sepasang kekasih yang dipertemukan dalam sebuah pelarian saat terjadi perang Kerajaan Mataram dan Kerajaan berdua memutuskan untuk bermukim di daerah tersebut hingga akhir hayatnya. Kini, tempat dengan pemandangan indah tersebut tak hanya dikenal kerana alamnya, tetapi juga kisah romantisnya Lokasi Negeri Atas Angin Bojonegoro Negeri Atas Angin, Bojonegoro Untuk menuju ke tempat wisata Negeri Atas Angin memang harus dengan sedikit perjuangan, ya. Wisata ini berada di Desa Deling, Kecamatan Sekar, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Tempat ini sedikit jauh ke arah Selatan dari Kota jaraknya sendiri sekitar 43 km dari pusat Kota Bojonegoro. Jika kamu tempuh dengan hitungan waktu, kira-kira membutuhkan sekitar 1 jam perjalanan. Tenang saja, jalannya sudah sangat bagus dengan pemandangan yang apik nan Rute menuju Negeri Atas Angin Bojonegoro Negeri Atas Angin, Bojonegoro Ambil titik keberangkatan dari pusat Kota Bojonegoro, baik Alun-alun Bojonegoro atau Terminal Rajekwesi. Melajulah ke arah Desa Dander terlebih dahulu. Sesampainya di Dander, kamu bisa mengambil titik poin dari Pasar Dander terlebih dua rute, rute pertama dari Pasar Dander kamu menuju arah barat hingga ke Kantor Desa Butoh, Ngasem. Kemudian, belok kiri dan lurus saja hingga masuk ke Desa Deling. Tinggal cari lokasinya yang letakknya gak jauh dari kantor desa untuk rute kedua dari Pasar Dander. Kamu ke selatan sedikit hingga masuk ke Wahana Pemandian Taman Tirta Dander. Selanjutnya, ambil lurus saja hingga masuk ke Daerah Bubulan. Ambil kanan menuju ke Barat hingga ke Pos Hutan Paldaplang. Kemudian, ambil kiri, lurus hingga masuk ke Desa Deling. Baca Juga 5 Kuliner Malam Bojonegoro yang Legendaris, Sudah Puluhan Tahun 4. Daya tarik dan fasilitas yang ada di tempat wisata Negeri Atas Angin, Bojonegoro Daya tarik utama Negeri Atas Awan tentu saja pemandangan alamnya. Cukup indah dengan bukit-bukit hijau yang manjakan mata. Apalagi saat matahari terbit, kamu akan melihat keindahan lain dari tempat wisata tarik lainnya adalah suasanya, karena ukup sejuk dan menyenangkan. Cukup untuk buat kamu kembali fresh setelah melewati beragam aktifitas sendiri cukup lengkap, lho. Ada area parkir yang cukup luas, lalu toilet dan juga warung yang bisa kamu manfaatkan untuk melepas Kegiatan yang bisa kamu lakukan di Negeri Atas Angin Negeri Atas Angin, Bojonegoro Beragam kegiatan bisa kamu lakukan di sana. Salah satunya adalah menginap dengan mendirikan tenda. Tentu kegiatan tersebut paling banyak dilakukan apalagi jika kamu ingin melihat matahari terbit yang itu, berfoto dengan menjadikan keindahan alamnya sebagai background juga bisa kamu lakukan. Banyak spot-spot menarik nan Instgramable bisa kamu ambil, lho. Gunakan kamera terbaik dengan pose terbaik pula, sebelum memutuskan ke sana, perlu diingat untuk memeriksa kendaraan yang akan kamu gunakan. Siapkan bekal jika perlu. Paling penting adalah waktu yang tepat jika ingin ke sana apalagi ika kamu memutuskan untuk Negeri Atas Angin di Bojonegoro tersebut memang sudah terdengar oleh wisatawan di sekitar Bojonegoro. Tak heran jika yang datang tak hanya wisatawan lokal saja, tetapi juga dari daerah lain yang memutuskan untuk berlibur ke Negeri Atas Awan. Baca Juga 6 Tempat Wisata di Bugbug Karangasem, Banyak Hidden Gem IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Bojonegoro - Seorang pemuda di Bojonegoro berani mengkritik Bupati Anna Mu'awanah melalui media sosial. Pemuda tersebut menyorot sektor pendidikan, utamanya Bojonegoro yang tidak mempunyai kampus negeri. Aksinya tersebut mengingatkan orang pada Bima yang mengkritik jalan rusak di itu bernama Maulana Arjun. Dia mengunggah video bernada kritik kepada Bupati Anna melalui akun Instagram pribadinya tongas_at."Sukses membangun Bojonegoro? Sekedar mengingatkan apa kabar dengan program studi di luar kampus utama polinema yang ada di Bojonegoro? Apakah tidak memberikan izin berdiri kampus negeri di kota kami bisa dikonversikan sebagai kesuksesan?" ucap Arjun yang berdiri dengan latar belakang baliho bergambar Bupati Anna seperti dilihat detikJatim, Rabu 7/6/2023. Menurut Arjun, para pemuda Bojonegoro sudah selayaknya merasakan punya kampus negeri di kota kelahirannya sendiri. Selama ini Arjun melihat bupati terlalu fokus membangun jalan."Mana janji ngayomi lan ngopeni kalau pada akhirnya membunuh mimpi para pemuda pemudi yang ingin mencicipi perguruan tinggi negeri di kotanya sendiri. Terlalu fokus membangun jalan tapi menelantarkan pendidikan. Bukankah itu sama saja dengan jangan biarkan warga bojonegoro menjadi pintar. Bukankah begitu bupatiku?" tambahnya sembari menyodorkan HP ke arah baliho seolah-olah sedang bertanya langsung ke Bupati Anna."No comment" kata Arjun langsung menyahut dan menjawab sendiri pertanyaan yang ia akhir video dia memberikan caption "Inilah ujaran kebencian tanpa bekingan part 1. Jika video ini ter-take down berarti ada unsur campur tangan pihak tertentu yang mencoba membungkam sebuah fakta."detikJatim telah menghubungi Arjun melalui telepon. Pemuda berusia 22 tahun itu menjelaskan bahwa apa yang ia sampaikan adalah bentuk keresahannya melihat wajah pendidikan Bojonegoro."Ini keresahan saya dari dulu banget, waktu saya masih kuliah, denger kabar kalau kampus saya nggak di sana lagi," merupakan alumnus PDD Polinema Bojonegoro. Dia lulus tahun 2020 dan kini menetap di Surabaya. Itu adalah angkatan terakhir sebelum akhirnya kampus aturan Kemenristekdikti pada tahun 2020, AKN dengan program D-2 di sejumlah wilayah penyelenggara di Indonesia mulai dihentikan. Pemerintah Daerah sebenarnya bersama Perguruan Tinggi pembina sebenarnya bisa mengajukan ke Kemenristekdikti untuk menjadi Program Studi Diluar Kampus Utama PSDKU dengan jenjang yang lebih tinggi yakni D3/D4. Namun, saat itu tidak ada langkah jelas hingga akhirnya kampus lah salah satu yang kemudian ikut disesalkan oleh Arjun."Saya lulusan terakhir PDD Polinema, angkatan terakhir yang merasakan perguruan tinggi negeri di Bojonegoro. Kampus tutup sejak 2020. Bojonegoro kan terkenal kota minyak, kaya, mau sampai kapan membanggakan minyak yang kita semua tahu ini sumber energi yang nggak bisa diperbarui. Nanti kalau minyak habis, Bojonegoro mau dibawa ke mana?" tukas Arjun. Simak Video "Saat Kader PDIP Kawal Kasus Wabup Bojonegoro vs Bupati Anna" [GambasVideo 20detik] hil/dte